Sejarah pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. I
Tsing, pendeta Budha yang singgah di kerajaan Sriwijaya pada 687 masehi,
menjelaskan bahwa Palembang di masa tersebut merupakan pusat agama
Budha dimana pemikir dari berbagai negara berkumpul disana. Hanya saja,
pendidikan saat itu belum diatur dan berfokus pada ajaran Budha.
Peranan pemerintah dalam mengatur pelaksanaan pendidikan terjadi sejak
1950 melalui draf undang-undang wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun.
Prioritas dalam pendidikan semakin ditekankan pada era pemerintahan
presiden Soeharto yang diwujudkan dalam pendirian hampir 40.000 sekolah
dasar baru pada akhir 1980an sehingga memungkinkan tercapainya target
wajib belajar 6 tahun.
Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan terus berlanjut
hingga kini. Mempelajari sejarah perkembangan pendidikan mestinya
membuat kita dapat memahami apa saja yang telah dicapai lewat pendidikan
dan mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan mutu dan
partisipasi pendidikan yang lebih baik.
Sejarah Pendidikan pada Zaman Pendudukan Belanda
Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia dengan tujuan
perdagangan dan berusaha menyebarkan agama katolik. Untuk mencapai
tujuan tersebut, pendatang Portugis ini mendirikan sekolah yang
bertujuan memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus
mempermudah penyebaran agama katolik. Masuknya masa pendudukan Belanda
membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah milik pendatang Portugis
menjadi terhenti.
Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu menyebarkan agama
Protestan kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda
melanjutkan apa yang dirintis oleh bangsa Portugis dengan mengaktifkan
kembali beberapa sekolah berbasis keagamaan dan membangun sekolah baru
di beberapa wilayah. Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh
Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda
untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun 1627, telah terdapat 16
sekolah yang memberikan pendidikan kepada sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas pendidikan
di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617.
Berbeda dengan Ambon, tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari
sekolah ini yang dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut
dijanjikan bekerja di berbagai kantor administratif milik Belanda.
Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal,
Belanda menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga
ahli. Keadaan ini membuat Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk
Indonesia di setiap ibukota karesidenan dimana pelajar hanya boleh
berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era tanam paksa berakhir dan
memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai menerima
pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama
Sekolah Rakjat.
Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan
sistem pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia dengan struktur
sebagai berikut.
- ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.
- HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.
- MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.
- AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
- HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia
dengan mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi penduduk Indonesia di
pulau Jawa. Beberapa perguruan tinggi tersebut adalah:
- School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia.
- Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya.
- Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.
- De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.
Pendidikan Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang
Memasuki masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan Belanda dihentikan
dan digantikan oleh sistem pendidikan dari Jepang. Jepang menyediakan
sekolah rakyat (Kokumin Gakko) sebagai pendidikan dasar, sekolah
menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi guru.
Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi kalangan
tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia bagi semua
kalangan.
Jepang melarang sekolah mengadakan pendidikan dalam bahasa Belanda.
Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama diikuti bahasa
Jepang sebagai bahasa kedua. Selain itu, Jepang juga banyak menanamkan
ideologi mental kebangsaan dengan memberlakukan tradisi seperti
menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, senam bersama menggunakan lagu
Jepang (taiso), mengibarkan bendera, dan penghormatan terhadap kaisar.
Sejarah Pendidikan Indonesia 1945 – 1965
Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BP-KNIP) mengusulkan pembaruan pendidikan Indonesia. Ki Hajar
Dewantara, yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran untuk
menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana belajar di
Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
bernegara dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan
pendidikan watak. Dari upaya tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang
terdiri dari 15 mata pelajaran.
Memasuki era demokrasi liberal pada 1950, pelaksanaan pendidikan
Indonesia diatur dalam UU no. 4 Tahun 1950 dan diperbarui menjadi UU no.
12 tahun 1954. Pendidikan dan pengajaran bertujuan membentuk manusia
susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Seiring dengan
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945
sebagai dasar negara. Meskipun demikian, perubahan ini tidak banyak
mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia.
Pada periode ini, pendidikan di Indonesia telah tersusun atas beberapa
jenjang yang merupakan pengembangan dari jenjang yang terdapat pada
jaman pendudukan Belanda. Jenjang pendidikan di Indonesia di zaman
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
- Taman Kanak-kanak (TK).
TK dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A (anak 4 tahun) dan bagian B
(anak 5 tahun). TK ditujukan untuk membantu perkembangan anak, serta
interaksi anak dengan alam dan lingkungan masyarakat sekitar.
- Sekolah Dasar (SD).
SD berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan dasar
pengetahuan yang dibutuhkan untuk anak. SD memiliki peran penting
sebagai dasar pembangunan kehidupan bangsa sehingga diharapkan menjadi
lembaga pendidikan yang lengkap, fungsional, dan ilmiah.
- Sekolah Menengah Pertama (SMP).
SMP merupakan lembaga pendidikan setelah SD dimana siswa diharapkan
dapat memperdalam keilmuan dasar dan memanfaatkannya sebagai
keterampilan untuk hidup. Setiap pelajar akan mengambil satu mata
pelajaran keahlian spesifik yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
- Sekolah Menengah Atas (SMA).
SMA merupakan lembaga yang mengajarkan keahlian atau keterampilan
spesifik. Oleh karena itu, SMA sering disebut juga sekolah kejuruan.
Masa pendidikan berlangsung 4 tahun dimana lulusan SMA akan mendapat
gelar sarjana muda.
- Perguruan Tinggi.
Perguruan tinggi di Indonesia terdiri dari Universitas, Institut,
Sekolah Tinggi, dan Akademi. Universitas minimum terdiri dari 4 fakultas
yang meliputi bidang keagamaan, ilmu budaya, ilmu sosial, ilmu eksakta,
dan teknik. Institut bertujuan melaksanakan pendidikan dan melakukan
penelitian. Sekolah tinggi difokuskan pada pendidikan untuk satu cabang
ilmu pengetahuan. Sedangkan akademi menyediakan pendidikan untuk
keahlian khusus.
- Pendidikan Guru.
Pendidikan guru di Indonesia mengalami dinamika sepanjang periode ini.
Awalnya, terdapat Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang
tergabung dalam Universitas FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan). Ketidakpuasan atas FKIP membuat departement PP & K
mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPK) yang menimbulkan konflik antar
kedua belah pihak. Konflik ini ditengahi oleh Presiden melalui Kepres
No. 3/1963 dimana FKIP dan IPG dilebur menjadi IKIP.
Pendidikan Indonesia Era 1965 – 1995
Memasuki tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk
mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan
misi tersebut, departemen pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum
yang mencakup prinsip dasar Pancasila.
Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum di
setiap jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar
diharapkan dapat menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi
pekerti, memperkuat keyakinan agama, serta mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan. Sementara itu, kurikulum SMP ditambah dengan pembentukan
kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar,
dan kelompok pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum SMA juga
disempurnakan dengan tujuan membentuk manusia pancasila sejati,
mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta mengajarkan
keahlian sesuai minat dan bakat.
Peningkatan pendapatan negara dari penjualan minyak membuat pemerintah
mampu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kebutuhan
pendidikan. Pemerintah kemudian mendirikan SD Inpres (Instruksi
Presiden), merekrut lebih banyak guru, mencetak buku pelajaran, dan
mendirikan pusat pelatihan keterampilan.
Pada tahun 1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di Indonesia diperbarui menjadi tiga jenis yaitu:
- Jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP).
- Jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK).
- Jenjang pendidikan tinggi.
Pendidikan Indonesia berkembang pesat pada periode ini. Pada 1973,
jumlah angka buta huruf di golongan usia muda Indonesia mencapai hampir
20 persen. Pendirian SD Inpres, bersama dengan sekolah lainnya, membuat
tingkat buta huruf di Indonesia menurun signifikan. Pemerintah terus
berusaha agar pendidikan dapat menyebar dan dirasakan oleh hampir
seluruh penduduk Indonesia.
Pendidikan Indonesia Era 1995 – 2005
Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia menekankan pada pengembangan
SDM yang mampu menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas
utama pelaksanaan pendidikan yaitu:
- Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
- Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
- Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.
- Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui
peningkatan jumlah dan mutu pengajar, peningkatan mutu proses belajar
mengajar, dan peningkatan kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha
menciptakan sekolah unggul dan mengembangkan kurikulum yang menekankan
perbaikan metode mengajar dan perbaikan guru.
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang
menyebabkan lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari
model sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi daerah
membuat penyelenggaraan pendidikan berubah menjadi otonomi pendidikan,
terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada masa peralihan kekuasaan,
pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang berlaku pada
zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa pemerintahan
presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa
kepresidenan Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum
ini berbasis pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan
aspek psikomotorik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperbarui
kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan
muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta
silabus.
Sejarah Pendidikan Indonesia 2005 – Hingga Kini (2015)
Pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas
pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi
Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat penyelesaian
wajib belajar 9 tahun. Upaya ini membuat pemerintah melibatkan program
pendidikan penyetaraan seperti paket A, B, dan C agar dapat mengadopsi
kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan
tetapi, terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap
jenjang pendidikan dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Struktur pendidikan di Indonesia secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut (data Kementerian Pendidikan tahun 2007).
Seiring dengan meningkatnya mutu dan partisipasi pendidikan dasar di
Indonesia, dan berkembangnya minat terhadap pendidikan menengah, isu
pendidikan di Indonesia kini beralih pada jenjang pendidikan tinggi.
Pada tahun 2011, angka partisipasi kasar (GER) untuk pendidikan tinggi
di Indonesia hanya mencapai 25 persen. Angka ini lebih rendah dibanding
rata-rata global yang mencapai 31 persen dan kebanyakan negara anggota
ASEAN. Meskipun demikian, angka ini sebenarnya meningkat signifikan
dibanding sepuluh tahun yang lalu dimana angka partisipasi kasar
pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 12 persen.
Masuknya era pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) belum
menunjukkan indikasi munculnya upaya radikal dalam memajukan pendidikan
di Indonesia. Secara fundamental, kebijakan pendidikan masih sejalan
namun dengan beberapa perbaikan dan penyesuaian. Perubahan banyak
terjadi pada tataran teknis dan masyarakat masih menanti upaya
pemerintah dalam mengatasi masalah dan kekurangan dalam sistem
pendidikan di Indonesia.
Mengukur Kemajuan Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan jika
dihitung berdasarkan angka partisipasi. Penggalakan wajib belajar 9
tahun mendorong angka partisipasi pendidikan dasar mencapai 118 persen
(terdapat 18 persen pelajar di luar target usia pendidikan dasar). Angka
partisipasi pendidikan menengah juga meningkat hingga mencapai 77
persen dimana sejumlah 51 persen berasal dari populasi berusia 15 – 18
tahun (26 persen berasal dari usia yang lebih muda atau lebih tua).
Meskipun angka partisipasi pendidikan meningkat signifikan, mutu
pendidikan di Indonesia masih relatif tertinggal dari negara lainnya
jika diukur dari kualitas pelajar. Sains dan matematika menjadi salah
satu titik lemah pelajar Indonesia pada jenjang pendidikan dasar.
Menurut studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
di 2011, Indonesia meraih skor 406 untuk sains dan 386 untuk matematika
(rata-rata global untuk kedua bidang adalah 500). Skor ini jauh berada
di bawah Malaysia dan Thailand, dan jauh di bawah Singapura yang
menempati pada peringkat pertama untuk sains dan kedua untuk matematika.
Studi ini diadakan untuk menguji kemampuan siswa kelas 8 dari 63 negara
peserta.
Lemahnya kemampuan sains dan matematika juga terjadi pada jenjang
pendidikan menengah atas. Pada studi dari Program for International
Student Assessment (PISA) di tahun 2012 terhadap pelajar berusia 15
tahun dari 65 negara, Indonesia berada di peringkat 64 pada bidang sains
dan matematika. Kabar gembiranya, pelajar Indonesia merupakan pelajar
yang paling bahagia diikuti pelajar dari Albania, Peru, Thailand, dan
Kolombia.
Seiring dengan tercapainya implementasi wajib belajar 9 tahun,
pendidikan dasar di Indonesia mengalami kemajuan signifikan berdasarkan
angka partisipasi. PR pemerintah berikutnya adalah memperbaiki mutu
pendidikan dasar, serta meningkatkan partisipasi dan mutu jenjang
pendidikan menengah. Meskipun demikian, pendidikan tinggi juga mesti
berbenah untuk melahirkan lulusan yang berkualitas dan tenaga pemikir
yang handal.
Sumber : https://forumbitcoin.co.id/threads/sejarah-pendidikan-di-indonesia-dan-perkembangannya-antar-generasi.3830/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar