Ayumila Anggraini

Kamis, 26 Januari 2017

Pendidikan

Sejarah pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. I Tsing, pendeta Budha yang singgah di kerajaan Sriwijaya pada 687 masehi, menjelaskan bahwa Palembang di masa tersebut merupakan pusat agama Budha dimana pemikir dari berbagai negara berkumpul disana. Hanya saja, pendidikan saat itu belum diatur dan berfokus pada ajaran Budha.

Peranan pemerintah dalam mengatur pelaksanaan pendidikan terjadi sejak 1950 melalui draf undang-undang wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun. Prioritas dalam pendidikan semakin ditekankan pada era pemerintahan presiden Soeharto yang diwujudkan dalam pendirian hampir 40.000 sekolah dasar baru pada akhir 1980an sehingga memungkinkan tercapainya target wajib belajar 6 tahun.

Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan terus berlanjut hingga kini. Mempelajari sejarah perkembangan pendidikan mestinya membuat kita dapat memahami apa saja yang telah dicapai lewat pendidikan dan mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan mutu dan partisipasi pendidikan yang lebih baik.

Sejarah Pendidikan pada Zaman Pendudukan Belanda


Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia dengan tujuan perdagangan dan berusaha menyebarkan agama katolik. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendatang Portugis ini mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus mempermudah penyebaran agama katolik. Masuknya masa pendudukan Belanda membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah milik pendatang Portugis menjadi terhenti.

Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu menyebarkan agama Protestan kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda melanjutkan apa yang dirintis oleh bangsa Portugis dengan mengaktifkan kembali beberapa sekolah berbasis keagamaan dan membangun sekolah baru di beberapa wilayah. Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun 1627, telah terdapat 16 sekolah yang memberikan pendidikan kepada sekitar 1300 siswa.

Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617. Berbeda dengan Ambon, tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari sekolah ini yang dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan bekerja di berbagai kantor administratif milik Belanda.

Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal, Belanda menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan ini membuat Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat.

Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia dengan struktur sebagai berikut.

  • ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.
  • HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.
  • AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
  • HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia dengan mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa perguruan tinggi tersebut adalah:

  • School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia.
  • Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya.
  • Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.
  • De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.
Pendidikan Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang


Memasuki masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan Belanda dihentikan dan digantikan oleh sistem pendidikan dari Jepang. Jepang menyediakan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) sebagai pendidikan dasar, sekolah menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi guru. Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi kalangan tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia bagi semua kalangan.

Jepang melarang sekolah mengadakan pendidikan dalam bahasa Belanda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama diikuti bahasa Jepang sebagai bahasa kedua. Selain itu, Jepang juga banyak menanamkan ideologi mental kebangsaan dengan memberlakukan tradisi seperti menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, senam bersama menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera, dan penghormatan terhadap kaisar.

Sejarah Pendidikan Indonesia 1945 – 1965


Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan pembaruan pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran untuk menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana belajar di Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan pendidikan watak. Dari upaya tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang terdiri dari 15 mata pelajaran.

Memasuki era demokrasi liberal pada 1950, pelaksanaan pendidikan Indonesia diatur dalam UU no. 4 Tahun 1950 dan diperbarui menjadi UU no. 12 tahun 1954. Pendidikan dan pengajaran bertujuan membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Seiring dengan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara. Meskipun demikian, perubahan ini tidak banyak mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia.

Pada periode ini, pendidikan di Indonesia telah tersusun atas beberapa jenjang yang merupakan pengembangan dari jenjang yang terdapat pada jaman pendudukan Belanda. Jenjang pendidikan di Indonesia di zaman tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Taman Kanak-kanak (TK).
    TK dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A (anak 4 tahun) dan bagian B (anak 5 tahun). TK ditujukan untuk membantu perkembangan anak, serta interaksi anak dengan alam dan lingkungan masyarakat sekitar.
  2. Sekolah Dasar (SD).
    SD berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan dasar pengetahuan yang dibutuhkan untuk anak. SD memiliki peran penting sebagai dasar pembangunan kehidupan bangsa sehingga diharapkan menjadi lembaga pendidikan yang lengkap, fungsional, dan ilmiah.
  3. Sekolah Menengah Pertama (SMP).
    SMP merupakan lembaga pendidikan setelah SD dimana siswa diharapkan dapat memperdalam keilmuan dasar dan memanfaatkannya sebagai keterampilan untuk hidup. Setiap pelajar akan mengambil satu mata pelajaran keahlian spesifik yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
  4. Sekolah Menengah Atas (SMA).
    SMA merupakan lembaga yang mengajarkan keahlian atau keterampilan spesifik. Oleh karena itu, SMA sering disebut juga sekolah kejuruan. Masa pendidikan berlangsung 4 tahun dimana lulusan SMA akan mendapat gelar sarjana muda.
  5. Perguruan Tinggi.
    Perguruan tinggi di Indonesia terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, dan Akademi. Universitas minimum terdiri dari 4 fakultas yang meliputi bidang keagamaan, ilmu budaya, ilmu sosial, ilmu eksakta, dan teknik. Institut bertujuan melaksanakan pendidikan dan melakukan penelitian. Sekolah tinggi difokuskan pada pendidikan untuk satu cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan akademi menyediakan pendidikan untuk keahlian khusus.
  6. Pendidikan Guru.
    Pendidikan guru di Indonesia mengalami dinamika sepanjang periode ini. Awalnya, terdapat Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang tergabung dalam Universitas FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Ketidakpuasan atas FKIP membuat departement PP & K mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPK) yang menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Konflik ini ditengahi oleh Presiden melalui Kepres No. 3/1963 dimana FKIP dan IPG dilebur menjadi IKIP.
Pendidikan Indonesia Era 1965 – 1995


Memasuki tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan misi tersebut, departemen pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum yang mencakup prinsip dasar Pancasila.

Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar diharapkan dapat menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi pekerti, memperkuat keyakinan agama, serta mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Sementara itu, kurikulum SMP ditambah dengan pembentukan kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan pengetahuan dasar, dan kelompok pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum SMA juga disempurnakan dengan tujuan membentuk manusia pancasila sejati, mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta mengajarkan keahlian sesuai minat dan bakat.

Peningkatan pendapatan negara dari penjualan minyak membuat pemerintah mampu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kebutuhan pendidikan. Pemerintah kemudian mendirikan SD Inpres (Instruksi Presiden), merekrut lebih banyak guru, mencetak buku pelajaran, dan mendirikan pusat pelatihan keterampilan.

Pada tahun 1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di Indonesia diperbarui menjadi tiga jenis yaitu:

  • Jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP).
  • Jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK).
  • Jenjang pendidikan tinggi.
Pendidikan Indonesia berkembang pesat pada periode ini. Pada 1973, jumlah angka buta huruf di golongan usia muda Indonesia mencapai hampir 20 persen. Pendirian SD Inpres, bersama dengan sekolah lainnya, membuat tingkat buta huruf di Indonesia menurun signifikan. Pemerintah terus berusaha agar pendidikan dapat menyebar dan dirasakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.

Pendidikan Indonesia Era 1995 – 2005


Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia menekankan pada pengembangan SDM yang mampu menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas utama pelaksanaan pendidikan yaitu:

  1. Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
  2. Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
  3. Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.
  4. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan jumlah dan mutu pengajar, peningkatan mutu proses belajar mengajar, dan peningkatan kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha menciptakan sekolah unggul dan mengembangkan kurikulum yang menekankan perbaikan metode mengajar dan perbaikan guru.

Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang menyebabkan lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi daerah membuat penyelenggaraan pendidikan berubah menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada masa peralihan kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa pemerintahan presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.

Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa kepresidenan Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotorik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta silabus.

Sejarah Pendidikan Indonesia 2005 – Hingga Kini (2015)
Pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya ini membuat pemerintah melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket A, B, dan C agar dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.

Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi, terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal. Struktur pendidikan di Indonesia secara umum dapat digambarkan sebagai berikut (data Kementerian Pendidikan tahun 2007).



Seiring dengan meningkatnya mutu dan partisipasi pendidikan dasar di Indonesia, dan berkembangnya minat terhadap pendidikan menengah, isu pendidikan di Indonesia kini beralih pada jenjang pendidikan tinggi. Pada tahun 2011, angka partisipasi kasar (GER) untuk pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 25 persen. Angka ini lebih rendah dibanding rata-rata global yang mencapai 31 persen dan kebanyakan negara anggota ASEAN. Meskipun demikian, angka ini sebenarnya meningkat signifikan dibanding sepuluh tahun yang lalu dimana angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 12 persen.

Masuknya era pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menunjukkan indikasi munculnya upaya radikal dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Secara fundamental, kebijakan pendidikan masih sejalan namun dengan beberapa perbaikan dan penyesuaian. Perubahan banyak terjadi pada tataran teknis dan masyarakat masih menanti upaya pemerintah dalam mengatasi masalah dan kekurangan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Mengukur Kemajuan Pendidikan Indonesia


Pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan jika dihitung berdasarkan angka partisipasi. Penggalakan wajib belajar 9 tahun mendorong angka partisipasi pendidikan dasar mencapai 118 persen (terdapat 18 persen pelajar di luar target usia pendidikan dasar). Angka partisipasi pendidikan menengah juga meningkat hingga mencapai 77 persen dimana sejumlah 51 persen berasal dari populasi berusia 15 – 18 tahun (26 persen berasal dari usia yang lebih muda atau lebih tua).

Meskipun angka partisipasi pendidikan meningkat signifikan, mutu pendidikan di Indonesia masih relatif tertinggal dari negara lainnya jika diukur dari kualitas pelajar. Sains dan matematika menjadi salah satu titik lemah pelajar Indonesia pada jenjang pendidikan dasar. Menurut studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) di 2011, Indonesia meraih skor 406 untuk sains dan 386 untuk matematika (rata-rata global untuk kedua bidang adalah 500). Skor ini jauh berada di bawah Malaysia dan Thailand, dan jauh di bawah Singapura yang menempati pada peringkat pertama untuk sains dan kedua untuk matematika. Studi ini diadakan untuk menguji kemampuan siswa kelas 8 dari 63 negara peserta.

Lemahnya kemampuan sains dan matematika juga terjadi pada jenjang pendidikan menengah atas. Pada studi dari Program for International Student Assessment (PISA) di tahun 2012 terhadap pelajar berusia 15 tahun dari 65 negara, Indonesia berada di peringkat 64 pada bidang sains dan matematika. Kabar gembiranya, pelajar Indonesia merupakan pelajar yang paling bahagia diikuti pelajar dari Albania, Peru, Thailand, dan Kolombia.

Seiring dengan tercapainya implementasi wajib belajar 9 tahun, pendidikan dasar di Indonesia mengalami kemajuan signifikan berdasarkan angka partisipasi. PR pemerintah berikutnya adalah memperbaiki mutu pendidikan dasar, serta meningkatkan partisipasi dan mutu jenjang pendidikan menengah. Meskipun demikian, pendidikan tinggi juga mesti berbenah untuk melahirkan lulusan yang berkualitas dan tenaga pemikir yang handal.
 
Sumber : https://forumbitcoin.co.id/threads/sejarah-pendidikan-di-indonesia-dan-perkembangannya-antar-generasi.3830/